Minggu, 19 Juni 2011

Royal Weding Ala Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat

Rencana pernikahan putri bungsu Sri sultan HB X, GRAj Nurastuti Wijayareni dengan Muhammad Ubaidillah asal lampung. Kraton Yogya telah menyepakati tata upacara pernikahan yang akan berlangsung selama 4 hari, 16-19 Oktober 2011. Berikut prosesi Royal weding Ala Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai berikut :
1. Sebelum menikah GRAj Nurastuti Wijayareni akan diwisuda yaitu kenaikan gelar kebangsawaan dari GRAj menjadi GKR Bendara, seperti kakaknya GKR Pembayun, GKR Candrakirana, dan GKR Maduretno. Gelar GKR (Gusti Kanjeng Ratu) diberikan karena yang bersangkutan adalah anak/putri dari seorang Permasuiri (GKR Hemas) istri Sultan HB X. Sedangkan calon pengantin pria Muhammad Ubaidillah akan diberikan gelar KPH (Kanjeng Pangeran Haryo) Yudanegara oleh Sri Sultan HB X. sama seperti kakaknya KPH Wironegoro dan KPH Probodiningrat.
2. Nyantri (dari luar masuk kekraton )minggu 16/10, calon pengantin laki-laki menempati kagungan dalem Gedhong kasatriyan sedangankan calon pengantin perempuan menempati di Proboyeksa sekar Kedaton. Pengantin putri nyantrinya dari kraton kulon (tempat tinggal Sri sultan HB X) kemudian masuk ke sekar kedaton, sedangkan calon pengantin pria nyantri dari rumahnya transit di mangkubumen kemudian dari kraton dijemput dengan kereta tertutup lewat kamagangan.
3. Hari kedua tgl 17/10, pagi harinya dilakukan siraman dan sorenya acara tantingan dilanjutkan dengan malam midodareni. Biasanya tantingan dilakukan di tratag bangsal proboyeksa oleh Sri Sultan kepada purtinya sebelum menikah untuk menanyakan kemantapan hati menuju pernikahan. Acara tantingan, calon pengantin perempuan didampingin oleh kakak-kakaknya. Setelah selesai proses tantingan, dilanjutkan proses midodareni, sultan dan keluarga bersama-sama ke dalem gedong kasatriyan menemui calon pengantin pria. sedangkan calon pengantin perempuan setelah acara tantingan kembali ke proboyekso sekar kedaton.
4. Hari ketiga tgl 18/10, paginya dilakukan acara akad nikah atau ijab qobul dilanjutkan panggih. Sore harinya pasangan pengantin baru ini akan dikirab menggunakan kereta terbuka yakni kanjeng Kyai Jong Wiyat dari Kraton menuju bangsal kepatihan, tempat digelarnya pahargyan (resepsi) pernikahan. Untuk acara akad nikah biasanya dilakukan di masjid Penapen yaitu masjid yang ada didalam komplek kraton. Wali nikah adalah sri sultan sendiri. Untuk akad nikah hanya dihadiri oleh calon pengantin pria. Acara selanjutnya adalah acara panggih yaitu bertemunya pengantin pria dan pengantin perempuan. Biasanya dilakukan di bangsal Kencono dengan Proses adat pernikahan jawa kraton Yogya (Paes ageng). Tata upacara pernikahan pada prinsipnya sama dengan pernikahan putri-putri sultan sebelumnya. Hanya ada beberapa modifikasi. Kalau dulu pahargyan dilakukan dikaraton sekarang dikembalikan di kepatihan , tetapi yang mempunyai gawe dikepatihan adalah kraton bukan pemda prov. DIY. Tradisi menggelar resepsi pernikahan putra/putri sultan dikepatihan ini berlangsung pada zaman sultan HB VII. Pada waktu itu penyelenggara resepsi adalah pepatih dalem (Danurejan).
5. Hari keempat tgl 19/10, rangkaian acara pernikahan akan ditutup dengan acara pamitan (pengantin meninggalkan kraton)
Demikianlah proses Royal weding Ala Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.


Sumber : Berbagai sumber

Batik dilingkungan kraton Yogya

Kain batik merupakan busana resmi yang dipergunakan dilingkungan istana. Untuk upacara tradisi yang digelar di kraton yogyakarta banyak mengandung falsafah dan nilai –nilai tertentu , maka pakaian yang dikenakan tidak boleh sembarangan dan harus dipilih motif-motif yang sesuai dengan makna dari upacara tersebut, berikut jenis-jenis batik yang digunakan untuk keperluan upacara :
1. Upacara tetesan
Upacara ini dilakukan bagi putra/cucu sultan yang berusia 7-8 tahun. Ageman yang dipakai pada upacara ini tidak diperbolehkan menggunakan kain yang bercorak parang rusak dan untuk kelengkapan busana lainnya dipakai sabuk wolo dengan motif tidak terikat, sanggul konde dan asesoris peniti
2. Supitan/khitanan
Supitan yang dilaksanakan bagi putra ndalem menggunakan kain yang memakai prodo, sedangkan untuk motif/corak tidak terikat, hanya yang perlu diingat juga tidak diperkenankan menggunakan kain yang bermotif parang rusak , bajunya bludru dan memakai kuluk atau puthut yang warnanya menyesuiakan dengan bajunnya.
3. Akil baliq/menstruasi
Bagi putri ndalem yang sudah akil baliq atau sedang mengalami menstruasi peratma, maka diadakan acara khusus. Ketika diadakan siraman diberi kain penutupnya dengan motif picis gurdho atau picis mangkoro. Picis yang mengandung makna uang, sehingga puteri ini kelak diharapkan bisa mendapatkan anugerah kebahagian lahir dan batin. Sedangkan picis mangkoro mempunyai harapan agar terhindar dari segala bencana. Jika upacaranya didalam kraton maka kain yang dipergunakan ditambah dengan kain cindhe merah maupun warna lainnya.

4. Manten/perkawinan
Untuk resepsi perkawinan agung yang dilaksanakan dikraton yogya terutama bagi putra ndalem, banyak sekali busana/kain yang dipergunakan khususnya motif-motifnya. Namum demikian tidak diperkenankan menggunkan kain atau nyamping dengan motif parang rusak. Nyamping yang biasa dipergunakan yaitu kain grompol untuk upacara siraman yang mengandung harapan agar sang mempelai dapat bersatu dan saling mengikat. Kain truntum untuk acara ijab qobul, mempunyai makna agar selalu runtang-runtung (kemana-mana berdua). Kain Cakar ayam dipakai dalam upacara panggih , mengandung makna agar nantinya mempelai berdua dapat mencari nafkah (ceker-ceker seperti ayam mencari makan) dan kain kampuh atau cinde yang dipakai dalam upacara resepsi.
5. Tingkepan (tujuh bulan)
Bagi putri yang telah memasuki masa kehamilan tujuh bulan diadakan upacara tingkepan yaitu siraman dengan menggunakan kain atau nyamping tujuh macam dengan motif/corak yang menyesuaikan upacara tersebut, diantaranya yaitu sido asih, sido mukti, picis gurdo, picis mangkoro, grompol dan sebagainya. Untuk kain yang terakhir kali dipakai seusai siraman(ketujuh0 adalah kain lurik halus.

Perkembangan Batik dan Pakemnya

<!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false IN X-NONE X-NONE

Perkembangan batik terutama diluar kraton memang telah dihadapkan dengan adanya perubahan baik dari sisi corak maupun motif. Fenomena ini tentunya layak untuk menjadi perhatian dikalangan dunia perbatikan, supaya perkembangan ini dapat mengarah ke hal yang lebih baik bagi perkembangan batik disatu sisi dan disisi lain tidak akan menjadikan corak maupun motif asli (pakem) menjadi rusak dan batik justru kehilangan jati dirinya. Oleh karena itu, diperlukan kearifan sikap dari semua pihak dari semua pihak agar permasalahan tersebut dapat ditempatkan secara proporsional sehingga tidak akan merusak citra dari batik dimasa-masa mendatang.

Saat ini telah banyak batik yang dibuat tanpa ada arti atau makna serta lebih cenderung hanya menitik beratkan pada faktor keindahan atau artistik saja, sehingga munculkan motif batik gabungan atau gado-gado. Munculnya batik kreasi baru ini wajar-wajar saja dengan tujuan agar batik lebih diterima oleh seluruh lapisan masyarakat serta dalam rangka mengikuti trend perkembangan jaman. Namum disisi lain untuk batik-batik dengan motif tertentu pakem hendaknya agar tetap dipertahannkan keasliannya. Batik memang harus terus dikembangkan dalam berbagai corak dan motif namum kelestarian dari motif-motif asli hendaknya dapat tetap terjaga dari para leluhur agar dimasa mendatang generasi-generasi penerus kita masih dapat tetap mengenalnya.

Minggu, 12 Juni 2011

pemikiran Sri Sultan Hamengku Buwono IX dalam pidato pelantikan kenaikan tahta

<!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false IN X-NONE X-NONE

Sepenuhnya saya menyadari bahwa tugas yang ada dipundak saya adalah sulit dan berat, terlebih-lebih karena ini menyangkut mempertemukan jiwa barat dan timur agar dapat bekerjasama dalam suasana harmonis, tanpa yang timur harus kehilangan kepribadiannya. Walaupun saya telah menyenyam pendidikan barat yang sebenarnya, namun pertama-tama saya adalah dan TETAP ORANG JAWA. Maka selama tak menghmabat kemajuan, adat akan tetap menduduki tempat yang utama dalam kraton yang kaya kan tradisi

Merupakan dua pemikiran Sri Sultan Hamengku Buwono IX dalam pidato pelantikan kenaikan tahta 18 maret 1940